Kontroversi Peraturan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan - Beberapa hari ini netizen sedang diramaikan oleh salah satu berita terbaru mengenai ketentuan baru pencairan / klaim saldo JHT (Jaminan Hari Tua) di BPJS TK / Naker (Ketenagakerjaan) yang bagi sebagian besar karyawan dulu dikenal sebagai Jamsostek.

Secara ringkas aturan baru ini (efektif berlaku per 1 Jul 2015) merubah syarat utama pencairan saldo JHT dari yang semula 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan (dihitung sejak pertama kali terdaftar) menjadi 10 tahun. Selain itu ada beberapa syarat juga yang diubah, sehingga syarat baru klaim saldo JHT menjadi seperti dibawah ini :
(1) Berusia 56 tahun, yang artinya sudah memasuki masa pensiun;
(2) Meninggal dunia;
(3) Menjadi PNS/TNI;
(4) Meninggalkan Indonesia;
(5) Yang sudah menjadi peserta selama 10 tahun bisa mengambil JHT sampai dengan 30 persen untuk perumahan dan/atau 10 persen untuk konsumsi.
Atas perubahan ini, tentu ada yang pro dan kontra, namun berdasarkan reaksi yang muncul dari masyarakat jauh lebih banyak yang kontra.

Secara ringkas aturan baru ini (efektif berlaku per 1 Jul 2015) merubah syarat utama pencairan saldo JHT dari yang semula 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan (dihitung sejak pertama kali terdaftar) menjadi 10 tahun. Selain itu ada beberapa syarat juga yang diubah, sehingga syarat baru klaim saldo JHT menjadi seperti dibawah ini :
(1) Berusia 56 tahun, yang artinya sudah memasuki masa pensiun;
(2) Meninggal dunia;
(3) Menjadi PNS/TNI;
(4) Meninggalkan Indonesia;
(5) Yang sudah menjadi peserta selama 10 tahun bisa mengambil JHT sampai dengan 30 persen untuk perumahan dan/atau 10 persen untuk konsumsi.
Atas perubahan ini, tentu ada yang pro dan kontra, namun berdasarkan reaksi yang muncul dari masyarakat jauh lebih banyak yang kontra.