Menurut Ali, seharusnya pertanyaan tersebut lebih diarahkan pada pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. "Survei tersebut memang penting dan maksudnya bagus, tetapi tidak begitu caranya. Seharusnya dilihat dulu siapa yang akan disurvei dan bagaimana sebaiknya bertanya," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (6/9/2013) di Jakarta.
Ali mengatakan, survei tentang kesehatan reproduksi seharusnya melibatkan tenaga layanan kesehatan. Selanjutnya para siswa bisa bertanya bagaimana mengisi kuesioner tersebut setelah berkonsultasi dengan tenaga yang memiliki cukup pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Ali juga mengatakan, orangtua sebaiknya dilibatkan dalam proses pengisian kuesioner.
Walau kuesioner yang beredar di sekolah di Kota Sabang, Provinsi Aceh, sebelumnya disebut sebagai program dinas kesehatan yang berasal dari pemerintah pusat, tetapi Ali membantahnya.
"Yang jelas zaman saya tidak ada program itu. Saat ini kasus yang saya periksa baru yang terjadi di Aceh, untuk yang di Yogyakarta masih tahap penyelidikan," kata Ali.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim. Menurutnya, pertanyaan tentang kondisi alat kelamin tersebut sangat vulgar dan tidak ada untungnya.
Pertanyaan tentang ukuran dan kesehatan alat kelamin, kata Musliar, seharusnya bukan untuk siswa sekolah menengah. "Kondisi kelamin sangat privasi. Apa sih fungsinya menanyakan hal tersebut pada anak sekolah menengah?" kata Musliar.
Dalam penyebaran kuesioner ini, Musliar menyoroti peran sekolah. Menurutnya, seharusnya pihak sekolah bisa menilai kuesioner apa yang pantas dan bisa masuk ke lingkungan pendidikan tersebut. Selanjutnya pihak sekolah bisa bertanya apa pentingnya dan manfaat yang diperoleh siswa dari kuesioner tersebut. (health.kompas.com)
Kalau menurut gue seharusnya guru bijak dong dalam memilih kuesioner yang pantas bagi siswa-siswi, makin banyak aja nih kasus di bidang pendidikan.
Sekian postingan ini bro sis dengan judul Kuesioner Vulgar Siswa. Terima kasih atas kunjungannya bro sis :)